Senin, 11 April 2016

Surat untuk Kakak



Menulis adalah hal yang sulit bagiku. Meskipun begitu, aku jatuh cinta pada tulisan, tulisan dari kegiatan menulisku sendiri. Tulisan-tulisan itu membangunkanku, mengingatkanku pada satu keyakinan: optimislah akan masa depan; kamu sudah mampu melewati banyak jurang, tentu kamu akan sanggup menaklukkan puncak-puncak sukses di sana.

Menulis adalah teman setiaku. Ia ada di saat yang lain tak ada. Ia menghibur segala duka hati yang sedang lara. Namun demikian, aku sendiri yang mengabaikannya karena sibukku yang membuat lupa sedemikian hingga banyak cerita yang tak sempat tertuliskan, banyak hikmah-hikmah kejadian sehari-hari yang tak tertulis abadi.

Aku ingin menulis tentang orang-orang luar biasa di sekitarku. Namun penaku macet, seakan ada saja halangan tuk menceritakan mereka. Mereka terlalu berjasa. Kasihnya terlalu bernilai. Aku ingin menggambar. Namun gambar-gambar sketsa wajah mereka pun tak sanggup kuselesaikan. Entah mengapa mereka malah sulit kubayangkan.

Malam ini kucoba kembali menuliskan. Kali ini tentang seseorang yang belum lama kukenal. Ia luar biasa. Sebuah surat untukmu, kakakku…


Purnama tak utuh ketika kucari nama pada tempat yang akan kukunjungi
Sebuah ragu perlahan menyelimutiku
Ini tentang idealisme, bukan sebuah ego yang menggoyahkan rasa syukurku
Sebab hampir seluruh waktuku lalu habis untuk itu
Syariah. Sesuatu yang besar yang tak semuanya sempat bertemu

Aku meragu pada diriku
Seakan ingin mundur saja dari peredaran
Sebab sebuah peradilan memang harus menggunakan hukum Tuhan.
Aku takut pada mulut
Ketika segerombolan menghujat mencerca di belakang meja
Sebab aku selalu acuh dengan make-up dan gaya

Waktu beranjak, mengiring mentari melewati sajak-sajak
Kutemu hal yang berbeda pada kunjunganku di sana
Bersahaja penampilan mereka
Entah aku yang tak tahu ataukah memang begitu
Angin pun mengabarkan kesejukan buatku
Kusapa banyak kebaikan sederhana namun bermakna luar biasa

Purnama kini tak sendiri
Ada ribuan bintang yang menemani malamnya
Sembah syukur kupanjatkan atas nikmat-Nya
Kau tau, aku selalu jatuh cinta pada bintang
Sketsa mereka menghapus berbagai bimbang
Seperti bimbangku padamu, kakakku.
Meski sungkan masih terus menyatu
Pada setiap pembicaraan denganmu

Kakak, hormatku padamu
Integritasmu tanpa ragu
Kejujuranmu mengetarkan jiwaku
Salutku atas ringan tanganmu
Doaku atas kepedulianmu pada mereka yang di jalanan
Semoga Allah senantiasa memampukan setiap urusan

Aku ini anak kecil, yang banyak bertanya hal yang tak penting
Itu caraku agar kebersamaan kita tak menjadi genting
Sebab aku terlalu takut pada riuh dalam diam
Yang menenggelamkan kedamaian

Kakak, maafkan jika itu mengganggu
Aku hanya butuh kehadiranmu
Selayak anak sulung yang merindu kakak
Mengajarkan banyak untuk menjadi tegak

Angin senja tak selamanaya sejalan seirama
Adakalanya ia merusak, menakutkan, menghitam
Menyerta badai yang berputar-putar membawa kedinginan
Aku tahu kesedihanmu, sesuatu yang terlalu mengusikmu
Bersabarlah, sebab aku dulu pun sama
Hanya tentang waktu dan istiqomahmu memanjatkan harap

Kakakku, bangunlah
Banyak hal yang akan kau dapat bersama gemintang
Kesunyiannya menggetarkan dada merasuk kalbu
Tak perlu kau tahu yang sering kuselipkan dalam tahajudku
Amalan-amalan kecilmu akan menjagamu

Nafas mendesah, kudengar makin keras degup jantungku
Sejalan pelan mengikuti mataku yang berkaca sendu
Tak sanggup aku berkata
Kabar itu terlalu berharga
Semoga lancar rencana
Menghadap Tuhan di rumah suci-Nya

Aku menjadi rindu
Akankah kita bertemu di situ
Mahsyar yang masih samar
Semoga bekal kita tak tercemar

Nampaknya waktu cepat berlalu
Tak menunggu ragu melugu
Kakakku, maklumilah aku
Aku rindu petunjukmu
Bersabarlah denganku
Ajaklah aku berjalan serentak
Bersama membangun peradilan yang tegak
Sebab hidup hanya sejenak.


Yogyakarta, 2016





Tidak ada komentar: