Rabu, 22 Juni 2016

Pelita Hari Tua


Aku melihatmu menangis, dalam mimpiku
Sesak napasku. Merinding.
Pelan-pelan air matamu menetes
Terhuyung jalanmu hampir roboh
Kupapah membantumu menegakkan jalan.
Masih terisak
Lalu ceritapun tercipta
Lidah mengisahkan perjalanan
Tercurah semua
Sedihmu menyedihkanku.


Memang sudah lama engkau menunggu
Bukan waktu sebentar penentianmu
Tentang keajaiban sebuah kehidupan
Harapmu segera tercipta di dirimu
Kehidupan kedua pada satu kehidupanmu.


“Aku pun dulu begitu,” jawabku.
Tapi bukan menanti, melainkan yang dinanti.
Semoga tangismu lekas reda
Pada jalanan pulang menjemput senja.


Sandarkanlah tubuhmu padaku agar kaubagi keresahanmu
Agar riuh tawa anak-anak tetap menceriakanmu
Bukankah itu keinginan nuranimu
Sebuah harapan pernikahan yang berkesan
Untuk terus saling memberi pesan
Tentang penciptaan yang terus berulang.


Bisnis terkadang bengis
Tak peduli pada tangisan mengemis
Melupakan masa mengaburkan asa
Kini engkau sudah kepala tiga
Janganlah kau lupakan keluarga
Sebab mereka itu pelita, pada semua suasana,
terutama di hari tua.


Kakak, kuatkan doamu, sebab hanya itulah senjatamu.



Ahad pagi, 19 Juni 2016
14.9.1437 Hijriyah 



Tidak ada komentar: