![]() |
sapi lemosin di kandang sapi Betakan |
Kebiasaan
dan kesusilaan yang berlangsung turun temurun yang menjadi tingkah laku
masyarakat terdapat dalam semua bidang kehidupan sehari-hari, termasuk dalam
usaha peternakan. Beternak merupakan salah satu mata pencaharian yang banyak dilakukan
oleh masyarakat pedesaan, baik dikelola sendiri maupun dipercayakan kepada
orang lain dengan perjanjian membagi dari hasil keuntungan yang diperoleh. Hasil peternakan menjadi salah satu tumpuan hidup sebagian
masyarakat pedesaan. Ternak merupakan barang berharga bagi rakyat pedesaan.
Terlebih seperti saat ini ketika warga tidak dapat mengandalkan hidup dari
hasil pertanian, terutama tanaman padi, sebab perubahan iklim dan perubahan
masyarakat menyebabkan petani gagal panen.
Kabupaten Sleman bagian barat memiliki sumber
daya alam yang potensial dan merupakan sentra padi. Namun, ketersediaan beras
hanya menjadi harapan karena hama wereng dan tikus serta erupsi Merapi menyebabkan
tiga musim terakhir ini hanya panen sangat sedikit, bahkan dapat dikatakan
tidak panen sama sekali. Meskipun
demikian,
warga yang mempunyai ternak sapi dapat bergembira karena kegiatan usaha ternak
sapi tetap memberikan hasil, tidak seperti pertanian padi.
Ada warga yang memang hanya mengandalkan
pemasukan dari beternak sapi, ada yang beternak sapi hanya merupakan hobi
semata, dan ada juga yang beternak sapi karena terpaksa sebab hasil
pekerjaannya sebagai buruh tani tidak mencukupi, terlebih karena persawaan
tidak digarap dan sering gagal panen. Jenis warga yang ketiga ini biasanya
memilih beternak sapi dengan mengadakan perjanjian bagi hasil atau gadhuh sapi milik warga/peternak lain.
Dengan adanya warga yang menggadhuh
sapi, membuat budidaya
sapi di wilayah itu
bertambah
banyak sehingga sering ada warga pemelihara sapi yang mengadakan upacara brokohan.
Sistem bagi hasil dengan menggadhuh
sapi ini telah dilakukan sejak lama.
Berdasarkan
Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa peternakan atas
dasar bagi-hasil ialah penyerahan ternak sebagai amanat,
yang dititipkan oleh pemilik ternak kepada orang lain, untuk dipelihara
baik-baik, diternakkan, dengan perjanjian bahwa dalam waktu tertentu titipan
tersebut dibayar kembali berupa ternak
keturunannya
atau dalam bentuk lain yang disetujui oleh kedua pihak.
Selanjutnya
disebutkan bahwa ternak sebagai titipan itu tidak boleh kurang dari lima tahun
untuk ternak besar, bagi ternak kecil jangka waktunya dapat diperpendek. Jika ternak
titipan dengan bagi hasil tersebut dikembalikan, maka yang harus diberikan
adalah jumlah pokok semula ditambah sepertiga dari keturunan ternak semula.
Kelompok Ternak Sapi “Andhini Rahayu” merupakan suatu perkumpulan warga
yang mengelola/membudidayakan ternak sapi di Pedukuhan Betakan, Desa Sumberrahayu,
Kecamatan Moyudan, Sleman. Kelompok ternak ini menjadi wadah warga masyarakat
Pedukuhan Betakan dalam memelihara sapi. Kandang sapi diadakan di satu tempat,
yakni di timur pedukuhan untuk menjaga kesehatan lingkungan masyarakat.
Pendirian kelompok ternak ini merupakan solusi dari kondisi masa sebelumnya
bahwa mayoritas setiap Kepala Keluarga (KK) memiliki sapi yang kandangnya terletak di samping rumah
sehingga ketika musim hujan kotoran sapi
menimbulkan bau tajam. Sapi-sapi juga tidak mendapat perawatan ketika sakit dan
tidak memperoleh obat-obat dan vitamin untuk perkembangbiakannya. Oleh
karena itu, dibuat kelompok ternak
agar mudah mendapat akses/kerjasama dengan pemerintah dan Poskewan Moyudan serta
pihak-pihak lain. Meskipun begitu, masih ada warga yang tidak mau masuk dalam
kelompok dan memilih masih mengadakan kandang sendiri di dekat rumah.
Perputaran
uang bagi anggota kelompok terjadi ketika menjelang Hari Raya Qurban. Pada bulan-bulan biasa
tidak terlalu banyak transaksi jual beli sapi. Jenis sapi yang dibudidayakan di
peternakan sapi tersebut ada empat jenis, yaitu sapi PO (Peranakan Ongole),
Lemosin, Simetal, dan jenis Brahman. Saat penelitian dilakukan, mayoritas
anggota kelompok ternak memelihara sapi betina sebab diutamakan untuk memperbanyak
jumlah (perkembangbiakan) sapi. Ketika mendekati Hari Raya Qurban, barulah
Kelompok Ternak “Andhini Rahayu” mendatangkan sapi-sapi jantan untuk digemukkan
karena saat itu harga sapi jantan tinggi. Jumlah sapi ketika sebelum Hari Raya
Idhul Adha kemarin ada 129 ekor. Pada saat penelitian (10-12-11) jumlahnya ada 90-an ekor sapi.
Masa birahi sapi selama 20 hari. Selisih birahi setelah melahirkan biasanya 4
bulan. Jadi, sapi umumnya dapat bunting dua kali dalam 3 tahun.
Kelompok
Ternak Sapi “Andhini Rahayu” menjalin kerja sama dengan Poskewan Moyudan untuk
pemeriksaan rutin tiap 3 bulan dan juga untuk suntik Inseminasi Buatan. Selain
itu, juga kerja sama dengan Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Peternakan ini dapat
dibilang merupakan peternakan berkembang. Penerangan di kandang dilakukan
dengan listrik dari solar cell yang
merupakan hasil kerja sama dengan dosen teknik UMY. Tambahan lagi, kelompok ternak ini beberapa tahun
terakhir mendapat dana dari APBN untuk perbaikan kandang dan pengembangan
peternakan, termasuk untuk kelompok ternak binaan di Desa Sumberayu, daerah
Sleman bagian utara. Kelompok ternak “Andhini Rahayu” juga telah bekerja sama dengan
Gapoktan Sumberrahayu untuk memasarkan pupuk organik.
Di Pedukuhan Betakan, karakteristik hukum adat masih ada
dalam usaha peternakan sapi. Yakni karakteristik religio-magis, yakni selalu
mengadakan brokohan untuk anak sapi yang telah lahir; transaksi
jual-beli sapi dilakukan secara contant
(tunai), ada uang ada barang, sebab untuk
menghindari terulangnya tindak penipuan yang pernah terjadi sehingga merugikan
pemilik sapi. Karakteristik konkret (visual) dengan menggunakan panjer sudah jarang dilakukan. Kalaupun
dilakukan, maksud panjer tersebut bukan merupakan uang atau barang di luar
harga, akan tetapi diambilkan dari harga sapi. Dalam jual beli sapi tidak
diperlukan saksi. Sebab semuanya dilakukan atas dasa rasa saling percaya. Kalau
ketika pemelihara (penggadhuh sapi)
akan menjual anak sapi hasil gadhuhannya,
biasanya si pemilik modal (pemilik sapi) juga ada di tempat bersama penjual (penggadhuh) dan pembeli (bakul), meskipun yang saling
tawar-menawar hanya penggadhuh dan bakul, akan tetapi mereka sama-sama tahu.
Ada 3 (tiga) pola yang diterapkan dalam sistem pembagian hasil di
peternakan tersebut, yaitu:
1.
Gadhuh
dengan pembagian hasil 50 % - 50% dari hasil keuntungan.
Pola ini
dilakukan antara pemilik modal yang merupakan warga biasa/umum pemilik sapi
dengan warga lain yang akan memelihara sapinya. Yakni, pemelihara memelihara
sapi milik pemilik. Kalau untuk penggemukan, digunakan sapi jantan. Lama
waktunya 4 bulan. Pemelihara menanggung seluruh pakan (Hijauan Makan Ternak dan
konsentrat), pengobatan, dan kandang. Setelah 4 bulan, sapi itu dijual. Untung
dari hasil penjualan dibagi dua sama banyak. Misal: sapi awal harganya
Rp5.000.000,00 kemudian dipelihara oleh penggadhuh
selama 4 bulan. Setelah 4 bulan, sapi itu dijual dan laku seharga Rp8.000.000,00.
Maka pemelihara harus mengembalikan modal awal, yakni harga sapi
Rp5.000.000,00, sedangkan untungnya yakni Rp3.000.000,00 dibagi dua sama
banyak, yaitu masing-masing mendapat Rp1.500.000,00. Sedangkan untuk sapi
betina, anak yang dihasilkan dijual. Anak sapi dijual kalu sudah berumur 4 s/d
5 bulan. Hasil penjualan anak itu dibagi dua sama banyak untuk masing-masing
pemelihara dan pemilik sapi. Tidak ada batas waktu untuk bagi hasil sapi
betina. Lama waktu diserahkan sesuka pemelihara.
2.
Gadhuh sapi
milik pemerintah, yaitu pemerintah melalui
programnya memberikan bantuan sapi yang sudah bunting
kepada pengusul pemelihara. Kemudian pemelihara memeliharasapi itu. Setelah
lahir, anak yang
dilahirkan itu menjadi
pemelihara. Pemelihara berkewajiban memelihara induk sapi sampai bunting kembali.
Setelah itu, sapi tersebut digilirkan ke
orang lain (pengusul pemelihara lain) pemeliharaannya, dan seterusnya begitu.
3.
Gadhuh
dengan kebijakan Kepala Pedukuhan.
Kepala pedukuhan
mempunyai kebijakan tersendiri terhadap sapi-sapi miliknya untuk dibagi hasil
dengan warga lain. Pembagian hasil yang
diterapkan adalah pemilik (kepala pedukuhan) mendapat 40 % dan pemelihara mendapatkan 60 % dari keuntungan penjualan anak sapi yang dihasilkan
nanti. Pemelihara
menanggung pakan dan kandang. Biaya perawatan sapi sakit dan suntik IB
ditanggung kepala dukuh (katanya). Untuk sapi penggemukan, juga pembagian hasilnya sama,
yaitu 40:60 dari keuntungan.

Saran Penulis
# Perbandingan Jumlah Anggota Kelompok Ternak dan Penggadhuh Sapi

Grafik
menggambarkan jumlah anggota Kelompok Ternak Sapi “Andhini Rahayu” ada 46 orang,
sedangkan jumlah penggadhuh dalam
peternakan sapi tersebut berjumlah 21 orang. Sehingga jumlah
penggadhuh ada
45,65% jumlah seluruh anggota.
Saran Penulis
1. Sebaiknya
pemerintah terus memberikan bimbingan dan segala bantuan agar masyarakat
desalebih maju.
2. Seharusnya
aparat pemerintahan tidak bermain politik dalam urusan kesejahteraan
masyarakat.
3. Rakyat
kecil harus dibantu untuk diringankan beban hidupnya, bukan untuk diperas
dengan pembayaran bagi hasil yang tidak rasional sebab ada ketidakseimbangan
beban yang ditanggung.
KELOMPOK TERNAK SAPI "ANDHINI RAHAYU"
MENYEDIAKAN BIBIT SAPI UNGGUL
MEMPRODUKSI PUPUK ORGANIK MELALUI KERJASAMA DENGAN GAPOKTAN
DAFTAR PUSTAKA
Hadikusuma, Hilman. 1982. Hukum Perjanjian Adat. Bandung: Penerbit Alumni.
Hadikusuma, Hilman. 2001. Hukum Perekonomian Adat Indonesia.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
http://ebudikurniawan.blogspot.com/2010/11/nilai-ekonomis-budidaya-sapi.html
Lestari,
Ahdiana Yuni. 2011. Hand Out Hukum
Kekerabatan & Perjanjian Adat. Yogyakarta.
Setiawan,
Rudi, dkk. 2009. Makalah Hukum
Kekerabatan dan Perjanjian Adat Bagi Hasil Peternakan.Yogyakarta.
Sudiyat,
Iman. 2010. Asas-Asas Hukum Adat Bekal
Pengantar. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
UU RI Nomor
6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar