^_^ Proses
Pernikahan Adat Suku Jawa:
- Babat alas
Orangtua pemuda merintis seorang congkok untuk mengetahui
apakah si gadis sudah mempunyai calon atau belum. Istilah umumnya disebut
nakokake artinya menanyakan.
- Nontoni
Nontoni
adalah upacara untuk melihat calon pasangan
yang akan dikawininya. Di masa lalu orang yang akan nikah belum tentu
kenal terhadap orang yang akan dinikahinya, bahkan belum pernah melihatnya. Biasanya pihak pria yang memprakarsai
hal ini. Maksudnya untuk melihat bebet, bibit dan bobot calon wanitanya. Kegiatan
nontoni saat kini sudah sangat jarang dilakukan.
- Lamaran
Pada
hari yang telah disepakati bersama, keluarga pria datang melamar dengan membawa semacam oleh-oleh, bisa
berisi berbagai jenis makanan dan oleh-oleh lainnya. Tujuan dari kunjungan ini
adalah meminang gadis yang dimaksudkan.
- Srah-srahan/ asok tukon
Bila
kedua belah pihat telah setuju untuk saling berbesanan, maka pihak pria akan
memberikan peningset (pengikat) pada pihak putri. Pihak calon pengantin putra
menyerahkan sejumlah hadiah perkawinan kepada keluarga pihak calon pengantin
putri berupa cincin, seperangkat busana putrid, makanan tradisional
(jadah, wajik, lapis, jenang), hasil
bumi, alat-alat rumah tangga, ternak dan ditambah sejumlah uang. Dalam kesempatan ini
juga sangat lazim untuk sekaligus membicarakan tentang hari dan tanggal proses
pelaksanaan pernikahan.
- Pingitan
Diadakan ± 7 hari (dahulu 40 hari) sebelum hari akad
nikah. Calon pengantin putri dipingit, yakni tidak boleh keluar rumah dan tidak
boleh bertemu dengan calon suaminya. Selama masa pingitan calon pengantin putri
membersihkan diri dengan mandi keramas dan badannya diberi lulur.
- Bebuwang
Dalam
tradisi jawa sesajen banyak digunakan untuk berbagai acara adat. Begitu juga
dengan acara pernikahan. Sesajen biasanya akan disiapakan sebelum pemasangan
tarub dan bekletepe. Sesajen yang ada berupa nasi tumpeng kecil-kecil merah,
putih, kuning, hitam, hijau yang dilengkapi berbagai macam buah, bunga telon,
goncok mentah, uang logam, berbagai lauk pauk, kue-kue, minuman jamu, daging
kerbau, gula kelapa dan sebuah lentera. Sesajen ini adalah simbol permohonan
berkah dari Tuhan dan restu dari para leluhur. Selain juga sebagai media
menolak godaan mahluk halus yang jahat. Sesajen biasanya ditempatkan dibeberapa
tempat seperti are sumur, dapur, kamar mandi, pintu depan, dibawah tarub, jalan
yang dekat dengan rumah, jembatan, dan perempatan jalan.
7. Tarub
Serangkaian
kegiatan yang dilaksanakan dalam membangun dan menghias pintu masuk/ pintu
gerbang rumah atau tempat dimana upacara pernikahan adat akan dilaksanakan.
Tarub adalah hiasan janur kuning yang dipasang di tepi tratag yang terbuat dari
bleketepe (anyaman daun kelapa hijau). Tarub terdiri dari berbagai tuwuhan
(aneka tanaman) yang secara simbolis mempunyai arti. Setiap perlengkapan dan
sajen mempunyai makna dan fungsi tersendiri dalam upacara Tarub. Kegunaan sajen
dalam kegiatan ini adalah sebagai persembahan bagi para arwah nenek moyang dan
kekuatan gaib yang ada dalam upacara ini. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan
bersamaan waktunya dengan acara siraman. Kehadiran para tetangga sangat
diharapkan untuk melengkapi jalannya upacara pasang tarub. Tuwuhan dalam tarub,
antara lain batang pohon pisang raja yang buahnya matang, kelapa gading, padi,
tebu wulung, daun beringin, dan daun
dadap serep.
- Siraman
Diadakan
satu hari
sebelum hari pernikahan. Siraman berasal dari kata siram yang berarti mandi.
Kedua calon mempelai akan dimandikan dengan maksud untuk disucikan. Upacara
siraman ini dilakukan di rumah orang tua masing-masing dan dapat dilakukan di
dalam rumah atau di halaman rumah. Upacara memandikan calon pengantin dengan
tujuan membersihkan dan mensucikan baik secara lahiriah maupun batiniah. Suatu
upacara memandikan biasanya diikuti oleh tujuh poro sepuh yang “sempurna” dan
tidak cacat dalam kehidupan pernikahannya. Sebetulnya dalam memandikan ini ada
kepercayaan yang mengatakan bahwa semakin banyak yang memandikan akan semakin
banyak rejeki yang diperolehnya, asal saja diusahakan jumlahnya tetap ganjil.
Tetapi untuk menjaga kesehatan sang calon, biasanya dibatasi hanya sampai tujuh
orang saja. Tujuh yang artinya pitu dalam bahasa Jawa. Pitu juga merupakan akar kata dari
kata pitulungan. Filosofisnya adalah bahwa dalam kehidupan pernikahannya di
kemudian hari akan selalu ada pitulungan (pertolongan). Untuk upacara ini juga
diperlukan sederetan perlengkapan, antara lain kembang telon (melati,
kanthi,, kenanga), kembang setaman, lima macam konyoh panca warna (penggosok
badan yang terbuat dari beras kencur yang diberi pewarna), dua butir kelapa
hijau tua yang masih ada sabutnya, dan kendi.
- Nyantri
Untuk
segi kepraktisan dan keamanan acara, sang calon mempelai pria dititipkan dan
tinggal di rumah keluarga atau tetangga calon mempelai wanita. Nyantri adalah
penyerahan tanggung jawab atas calon mempelai pria kepada orang tua calon mempelai
wanita. Selama berada di rumah calon mempelai wanita, kedua calon mempelai
tetap tidak boleh bertemu.
- Midodareni
Upacara
adat dilaksanakan pada sore hari menjelang hari ijab. Si calon penganten putri
setelah disirami dan dikerik lalu dirias. Dikerik
maksudnya ialah
mengerik wulu kalong (bulu-bulu halus) disekitar dahi agar waktu dihias akan
nampak bersih dan bersinar. Setelah dirias calon mempelai wanita mulai maghrib tidak
diperkenankan tidur dan keluar kamar sampai lewat tengah malam. Di dalam kamar, calon penganting putrid ditemani keluarga dan
teman-teman perempuan
Tirakatan dan
lek-lekan dilakukan dalam kamar penganten puteri diiringi dengan perbincangan
yang ringan. Upacara ini secara tidak langsung merupakan latihan untuk
mengendalikan diri dan laku prihatin. Bila dilaksanakan dengan baik orang
percaya bahwa sang penganten puteri akan menerima kedatangan bidadari karena
kesabaran dan keprihatinanya. Sedangkan di luar, kaum pria makan-makan bersama.
- Langkahan
Dimaksudkan apabila pengantin menikah mendahului
kakaknya yang belum menikah, maka sebelum akad nikah dimulai, calon pengantin
diwajibkan minta izin kepada kakak yang dilangkahi.
- Ijab qobul
Upacara
Ijab qobul,
yang juga dikenal dengan nama upacara akad nikah, merupakan inti pokok dalam
suatu upacara pernikahan. Upacara yang pada akhirnya menandakan telah syahnya
pernikahan kedua mempelai untuk menjadi suami istri, baik secara administratief
maupun secara agama dan juga secara adat yang berlaku.
- Panggih
Kedua pasangan saling bertemu setelah ijab qobul.
Acara dalam upacara panggih yaitu:
a.
Liron kembar mayang
Saling
tukar kembar mayang (yakni bunga pohon jambe) antar pengantin, bermakna
menyatukan cipta, rasa dan karsa untuk mersama-sama mewujudkan kebahagiaan dan
keselamatan.
b.
Gantal
Daun
sirih digulung kecil diikat benang putih yang saling dilempar oleh
masing-masing pengantin, dengan harapan semoga semua godaan akan hilang terkena
lemparan itu.
c.
Ngidak endhog
Pengantin
putra menginjak telur ayam sampai pecah sebagai simbol seksual kedua pengantin
sudah pecah pamornya.
d.
Pengantin putri mencuci kaki pengantin putra
Mencuci
dengan air bunga setaman dengan makna semoga benih yang diturunkan bersih dari
segala perbuatan yang kotor.
- Krobongan
Terdiri atas beberapa tahapan,
yakni:
a.
Timbang
Kedua
mempelai bersama-sama duduk dipangkuan ayahanda mempelai wanita. Pengantin pria di sebelah kanan dan pengantin wanita di sebelah kiri. Nilai
filosofisnya adalah agar tidak membeda-bedakan antara putra menantui dan putra kandung.
b.
Kacar-kucur
Pengantin
putra mengucurkan penghasilan kepada pengantin putri berupa uang receh beserta
kelengkapannya. Mengandung arti pengantin pria akan bertanggung jawab memberi
nafkah kepada keluarganya.
c.
Dulangan
Antara
pengantin putra dan putri saling menyuapi. Hal ini mengandung kiasan laku
memadu kasih diantara keduanya (simbol seksual). Dalam upacara dulangan ada
makna tutur adilinuwih (seribu nasihat yang adiluhung). Semua dirasakan
bersama, satu rasa antara suami istri.
d.
Minum Rujak Degan
Pengantin minum minuman es rujak degan. Filosofisnya
supaya pengantin cepat mempunyai
momongan.
- Sungkeman
Sungkeman
adalah ungkapan bakti kepada orang tua, serta mohon doa restu. Caranya,
berjongkok dengan sikap seperti orang menyembah, menyentuh lutut orang tua
pengantin perempuan, mulai dari pengantin putri diikuti pengantin putra, baru
kemudian kepada bapak dan ibu pengantin putra.
- Boyongan
Pengantin putri diboyong (dibawa) ke keluarga
pengantin putra. Diboyongnya pengantin putri ini bukan berarti akan tinggal
selamanya bersama suami di rumah orang tua suaminya. Namun, pasangan suami
istri ini selanjutnya akan menempati masih mereka sendiri yang terpisah dari
rumah orang tua, meskipun rumah hanya kontrakan atau masih kredit.
Ini merupakan tugas & presentasi mata kuliah Hukum Adat FH UMY (semester 2, 2011, kelas A)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar